![]() |
Cerpen (13/12/14) |
Zul si pemimpi itu masih tetap tersenyum memandangi tetesan
air langit melalui jendala rumah tua yang menjadi tempat tinggalnya dan
keluarganya itu, tak serta merta hujan di pagi itu membuat zul menjadi murung
dan berhenti untuk bermimpi akan masa depan yang indah, suasana rumah yang
ketika itu sepi karena 3 oraang adik nya sudah ke sekolah dan si bungsu memang
kebetulan semalam menginap di kebun bersama ayah dan ibu mereka.
Zul yang sedang memegangi buku bacaan nya itu sangat menikmati
tetesan hujan dengan membayangkan bahwa lusa adalah merupakan hari pertama nya
untuk duduk di bangku kuliah sebagai mahasiswa di perguruan tinggi negeri di
Padang Ibu Kota dari Sumatera Barat. Tak lepas dari bayangan nya dari kegiatan
yang akan dia tempuh selama kuliah di Padang nanti nya, dalam hayal nya itu tak
jarang dia sambil berkata-kata sendiri dengan pelan. “Besok aku akan menjadi
Mahasiswa, dan suatu saat nanti akan membuat orang tua ku bangga atas apa yang
aku lakukan”. Ucap Zul sambil tersenyum memandangi hujan yang mulai lebat di
pagi itu.
Dari pintu rumah nya terdengar suara seorang mengetuk pintu,
dengan sedikit kaget Zul mejawab ucapan salam dari salah seorang di balik pintu
rumah nya itu “wa’alaikumsalam” jawab Zul. Dan, Zul menghampiri dan membuka
pintu rumah di lihat nya salah seorang teman nya dengan pakaian basah, itu
adalah Ramli, teman nya ketika masih sekolah di sekolah menengah pertama dulu.
“kamu dari mana Ramli? Hujan-hujan begini malah keluyuran”.
Kata nya sambil bercanda dengan tawaan kecil.
“ah, kamu malah ketawa, aku kedinginan, tahu.! Jawab Ramli
dengan bibir nya yang menggigil karena kehujanan itu.
“mari masuk”! sambung Zul dengan bersemangat berjalan menuju
kamar untuk mengambilkan handuk dan pakaian nya untuk Ramli yang baru datang ke
rumah nya itu.
Setelah Ramli mengganti pakaian nya dengan pakaian yang di
pinjam kan Zul, lalu Zul pergi ke dapur untuk membuat teh untuk mereka.
Obrolan mereka pun di mulai dengan satu gelas teh berdua,
yang kebetulan gula di rumah Zul ketika itu memang hanya cukup untuk membuat
satu gelas teh saja.
“Zul, kata nya kamu mau kuliah di Padang ya? Tanya Ramli
sambil memegang gelas teh itu.
“iya Ramli, rencana nya besok aku akan berangkat ke Padang,
karena lusa adalah persiapan awal untuk pembekalan kepada Mahasiswa baru, kamu
ikut?” sambung Zul sambil senyum.
“oh. Gitu... Aku ga bisa ikut Zul, besok aku kan harus ujian
masuk perguruan tinggi juga, jadi, di Padang kamu mau ngekos atau mau tinggal
di mana, gitu?”.
“kebetulan, di Padang kan ada tante ku. Jadi, rencana nya aku
mau ke rumah dia dulu besok”.
Dan, obrolan mereka pun berlalu sehingga hujan sudah reda.
Lalu, Ramli yang terlihat tergesa-gesa ingin pulang ke rumah karena hari memang
sudah hampir siang.
*****
15 menit jelang bus Pasaman-Padang itu datang, Zul sudah
menunggu di terminal dekat pasar dan terlihat ayah nya yang mengantarkannya ke
terminal itu.
“nanti, kalau kamu udah nyampe di Padang, langsung aja cari
tante mu di sana, jangan keluyuran dulu”. Kata ayah sambil memandangi putra
sulung nya itu.
“baik yah, nanti kalau udah sampe aku kabari lagi, dan aku
akan langsung pergi ke rumah tante”. Jawab Zul dengan semangat nya.
Tak lama kemudian bus pun datang dari arah depan terminal ke
loket yang di mana Zul sudah duduk menunggu di sana. Zul pun mulai menyalami
ayah nya dan menaiki bus yang ditunggu nya itu.
Perjalanan yang mungkin akan melelahkan selama 6 jam itu tak
begitu saja akan membuat luntur semangat nya, bahkan Zul tidak ingin melewatkan
sedetik pun dari perjalanannya untuk menghayalkan impiannya
Zul yang kebetulan duduk di sebelah orang yang sudah tua,
sesekali Zul melontarkan pertanyaannya untuk mengajak orang tua yang di sebelah
nya itu untuk mengobrol sambil meluapkan kebahagiaannya karena dia akan menjadi
seorang mahasiswa.
Tak terasa, waktu 6 jam berlalu begitu cepat, masih dengan
semangat yang sama seperti saat pertama Zul di terminal tadi bus melambat dan
berhenti di depan perguruan tinggi yang memang tempat Zul akan kuliah di sana.
Dengan bergegas Zul berjalan sambil mengambil tas hitam besar yang dia bawa dan
satu ransel nya langsung disandang, lalu, Zul berjalan ke arah pintu bus dan
turun dengan senyuman semangat nya kepada sopir bus yang telah berada di luar
bus.
“mau kemana dek? Kata sopir bus bertanya kepada Zul.
“mau ke rumah tante saya, bang, kebetulan rumah nya ada dekat
dari kampus ini”. Sopir bus itu hanya mengangguk menanggapi jawaban Zul itu.
Zul pun mulai berjalan ke arah kampus untuk mencari jalan
pintas menuju ke rumah tante nya yang berada di belakang kampus itu.
Di lalui nya gang-gang menuju perumahan yang berada di
belakang kampus itu dengan jalan yang sedikit cepat dan bersemangat, hingga
tiba Zul di rumah tante nya itu. Di dapati nya rumah tante Zul itu dalam
keadaan kosong, karena tante, om dan anak-anak nya sedang pergi keluar rumah,
di letakkan nya tas dan ransel yang terlihat berat itu, ia duduk di kursi yang
terdapat di teras rumah tante nya itu sambil mengeluarkan telephone genggam
milik nya bermaksud untuk menelpon orang tua agar mereka tahu bahwa Zul sudah
sampai di rumah tante nya.
*****
Setelah menunggu sejam, klakson mobil berbunyi, yang ternyata
itu adalah mobil om dan tante nya yang dia tunggu-tunggu itu. Tante nya turun
dan Zul berdiri tersenyum melihat kedatangan tante nya itu. Namun, tante yang
baru saja datang itu hanya menampakkan wajah masam nya kepada Zul keponakannya
yang baru saja datang itu.
Walaupun begitu, tetap di hampiri nya tante nya itu seraya
mengulurkan tangan untuk bersalaman, sang tante tidak menyambut salam keponakan
nya itu dan ia masih berfikir positif dan mengahampiri om yang merupakan suami
dari tante nya itu.
Sambil menyalami om nya itu, om bertanya pada Zul. “udah lama
nyampe nya Zul?
“baru sejam yang lalu om” jawab Zul sambil tersenyum kepada
om nya yang sedikit menyambut lebih ramah daripada tante, adik dari ayah nya
itu.
“mari masuk!” Sambung om sambil berjalan menuju pintu rumah
nya.
Ini kali pertama Zul datang ke rumah tante nya itu sendirian,
walaupun pernah beberapa kali Zul datang bersama ayah ketika libur sekolah
dulu. Meskipun rumah itu adalah rumah dari tante nya, Zul terlihat sedikit
sungkan karena selain rumah tersebut jauh lebih mewah dari rumah nya di
kampung, sikap tante nya yang cuek itu pun membuat nya sedikit merasa lain.
Tapi, karena semangat dan tekad Zul yang akan melanjutkan study nya, ia selalu
mencoba untuk mengubur dalam-dalam perasaan sedih atas sikap tante nya itu, ia
selalu berusaha berfikir positif untuk berhadapan dengan tante nya itu.
Zul tersenyum ketika melihat tante yang akan menghampiri nya
itu, walaupun tante datang dengan mata nya yang melotot terlihat marah kepada
Zul, dan berkata kepada Zul.
“kamu ngapain sih harus kuliah juga? Emang ga sadar kalau
biaya kuliah itu mahal, numpang lagi di sini” dengan nada nya yang memang
keras. “emang orang tua kamu sanggup untuk mengeluarkan biaya kuliah? Saya
jamin kuliah kamu tidak akan selesai” kata tante nya.
Zul hanya diam dan wajah nya tampak sedih mendengarkan
kata-kata tante nya itu, dia tak sanggup untuk menjawab kata-kata tante nya
yang memang keras dan membuat hati iba itu, om yang sedang berada di kamar pun
keluar mendengar tante yang berkata seperti itu.
“jangan begitu ma, kasihan Zul, dia kan keponakan mu, lagian
dia baru sampe, biarkan dia istirahat dulu”. Tante pun pergi ke kamar dengan
bantingan pintu setelah berada di dalam kamar.
Zul tidak tahu bahwa sikap tante nya seperti itu, karena
sewaktu dia ke rumah tante dengan ayah nya, sikap nya yang bengis itu tidak
pernah terlihat.
Namun, zul hanya bisa bersabar dan akan tetap bersabar tanpa
harus melawan sikap dari tante nya itu, “lagian dia kan tante ku, walaupun dia
marah, ya, sama saja seperti ku di marahi orang tua ku sendiri” kata Zul pelan
setelah om nya menyuruh istirahat di kamar putra sulung nya.
Tak hanya dapat kata-kata kasar dari tante nya, di waktu
sore, ketika anak sulung tante nya itu pulang dari sekolah, dia pun juga
mendapat ulah nakal anak tante nya. Tak terlalu ia hiraukan. Karena dia hanya
beranggapan anak tante nya itu sedang menghadapi masa remaja, wajar saja dia bertingkah
seperti itu.
Dimalam hari ketika akan tidur, Zul mendapati anak tante nya
itu merokok di kamar, padahal kamar itu memakai AC dan di biarkan AC tersebut
tetap menyala. Zul menghampiri nya dan memberi sedikit nasehat.
“kamu ngapain ngerokok? Kamu kan masih sekolah, ga baik
begitu, lagian kamar ini kan AC nya nyala”. Kata Zul pelan agar tak terdengar
oleh tante dan om nya yang sedang menonton TV di ruang keluarga.
Lantas, anak tante nya itu menjawab dengan sombong nya,
“emang kamu itu siapa? Larang-larang aku ngerokok, terserah aku dong, duit kan
duit orang tua aku yang ngasih”.
Zul hanya terdiam dengan jawaban sepupu nya itu, dia tinggal
kan adik sepupu nya yang di kelilingi oleh abu dan puntung rokok itu dan menuju
karpet yang berada di bawah tempat tidur di kamar itu.
Dia baring kan badan di karpet itu sambil menatap
langit-langit rumah dan mengusap dadanya agar dapat menenangkan hati dan
perasaan nya saat itu dan mulai ia lupakan kejadian-kejadian yang membuatnya
sedih itu dengan memikirkan kegiatan pembekalan mahasiswa baru yang akan ia
hadapi besoknya.
Setelah selesai mandi dipagi hari dan dia buka pintu kamar
tempat ia tidur semalam, di dapati nya tante yang sedang mengomel-ngomel
sendiri dekat jendela kamar itu, sambil melotot ke arah Zul dan tante berkata.
“kamu ngerokok jangan ngotori rumah orang dong!” Dengan lantang nya dan Zul pun
kaget oleh suara tante nya itu, Zul menjawab pelan omelan tante nya itu dengan
berkata “bukan saya tante, sungguh, bukan saya”. Dan, Zul pun sedikit kelihatan
berfikir.
“siapa lagi, kalau bukan kamu, kamar kotor dengan abu dan
puntung rokok begini semenjak ada kamu di sini”!
Anak tante Zul pun keluar dari kamar mandi yang ada di dalam
kamar nya itu dengan mengusap-usap kepala nya dengan handuk sambil berkata
“semalam udah aku larang ngerokok di sana ma, tapi, dia malah marahin aku” kata
anak nya itu dengan wajah tak berdosa nya.
Zul pun meminta maaf, walaupun itu bukan ulah perbuatannya
dan segera dia bersihkan abu dan puntung rokok yang berserakan itu. Tante yang
masih saja marah-marah tiba-tiba berhenti karena putri nya memanggil dari kamar
nya.
Setelah Zul selesai membersihkan kamar itu, dia pun segera
berkemas untuk berangkat ke kampus.
Dia berjalan melewati gang-gang perumahan warga menuju kampus
nya dengan wajah segar dan semangat, seperti tak ada masalah yang pernah
terjadi ia alami selama hampir sehari semalam itu. Langkah nya yang cepat itu
selalu menggambarkan sikap nya yang selalu bersemangat.
Sampai lah Zul di kampus di ruangan di mana tempat berkumpul
nya Mahasiswa baru, Zul yang terkadang agak pemalu itu belum saja mencoba
memberanikan diri untuk berkenalan dengan teman-teman mahasiswa baru yang lain,
dia begitu mengikuti dengan semangat kegiatan itu sehingga dia lupa akan tante
nya yang pemarah dan adik sepupu nya yang nakal itu.
Setelah waktu pulang telah tiba, sedikit Zul mulai melamun
karena membayangkan akan apa yang terjadi setelah sampai di rumah nanti. Dia
berfikir-fikir dan melamunkan perlakuan tante dan anak nya di rumah tante nya
itu.
Tiba-tiba seorang temannya datang menghampiri sambil
mengulurkan tangan untuk bersalaman, Zul menyambut salam dari teman nya itu
sambil menyebut nama nya dan teman nya itu pun menyebut kan nama nya adalah
Yogi.
Dengan berkenalan sama Yogi teman baru nya itu, dia mulai
melupakan apa yang menjadi lamunan nya tadi, sehingga mereka bercerita panjang
lebar soal kampung halaman mereka masing-masing yang kebetulan Yogi berasal
dari Padang Panjang.
Asyik nya bercerita dengan teman baru itu Zul sampai lupa
waktu untuk pulang dan bergegas dia mengatakan pada Yogi “gi, aku pulang dulu
ya, nanti tante ku nyariin, hari udah hampir senja”.
“mari, aku juga udah mau pulang ke kos” kata Yogi menjawab.
Zul pun bergegas meninggal kan kampus dengan perasaan was-was
nya akan menghadapi keluarga tante nya yang tidak terlalu ramah itu, yang
terfikir dalam benak nya hanyalah bersabar dan bersabar demi cita-cita nya yang
tinggi.
*****
Hari-hari yang Zul lalui memang hampir tidak pernah
mendapatkan perlakuan yang baik dari keluarga tante nya kecuali dari om nya
yang memang jarang berada di rumah itu, namun, Zul tetap mencoba untuk selalu
bersabar dengan kondisi apapun yang akan dia hadapi selama dia kuliah atau
selama dia tinggal di sana di rumah tante nya itu.
Siang hari ketika libur kuliah, setelah selesai membantu
membersihkan rumah tante nya, Zul berjalan menuju dapur hendak makan siang, di
dekat pintu kamar tante nya bertanya kepada Zul “mau ngapain kamu?” kata tante
yang tentu nya dengan nada yang seperti biasa.
“aku mau makan, tante”. Jawab Zul dengan menatap tante nya
yang sedang berdiri di hadapannya itu.
“makan aja kerjaan mu, emang kamu pikir ga susah nyari makan”
kata tante dan langsung masuk ke kamar.
Perlakuan yang tidak enak dan kata-kata yang kasar selalu di
hadapi Zul dengan sabar, bahkan tak jarang tante untuk menyuruh nya tidak masuk
kuliah hanya untuk membantu nya mengerjakan pekerjaan di rumah dan
pekerjaan-pekerjaan lain yang seharus nya tidak Zul lakukan di hari-hari kuliah
nya.
*****
Di kampus ketika jam kuliah selesai, Zul bertemu dengan Yogi
dan Yogi bertanya “kenapa kemarin kamu tidak masuk kuliah, Zul? Kata Yogi yang
nampak semangat bertanya kepada Zul.
“oh, kemarin aku ada kegiatan lain, gi”. Jawab nya setelah
menarik nafas panjang.
“emang ada kegiatan apa kamu, Zul?” tanya Yogi kembali yang
nampak ingin tahu walaupun mereka ngobrol sambil jalan di lorong-lorong kampus.
“aku bantuin tante ku beres-beres rumah, gi. Sama sekalian
jagain toko nya, kebetulan dia kemarin pergi keluar kota”
“oh, begitu” jawab Yogi sambil menganggukkan kepala nya
pelan, walaupun dia heran melihat Zul tidak begitu bersemangat seperti
biasanya.
Dan, Yogi pun mencoba mengarah kan ke arah pembicaraan lain,
setelah obrolan sudah nyampe kemana-mana, masalah kuliah, masalah kampung
halaman, masalah sekolah bahkan masalah wanita sekalipun yang menjadi
pembahasan dalam obrolan mereka itu, kembali teringat oleh Yogi akan raut wajah
Zul yang memang terlihat seperti orang yang sedang bermasalah, karena bagaimana
pun juga itu akan tetap terlihat berbeda dengan Zul yang biasanya bersemangat
meskipun dasar nya Zul memang sedikit pemalu. Tapi, dia tidak semuram ini,
senyuman nya yang biasa menghiasi wajah nya ketika berbicara kini hampir hilang
dan itu menjadi tanda tanya besar dalam fikiran Yogi sebagai teman yang bisa
dikatakan sangat dekat saat itu.
Dengan banyak alibi, akhir nya Zul pun menyerah karena
desakan dari teman nya itu dan dia mulai menceritakan kegundahan hati nya.
Yogi yang menjadi sahabat baru nya itu pun mulai memikirkan
solusi-solusi yang terkadang terdengar jahat kepada Zul, walaupun itu cuma
candaan nya saja agar Zul tidak lagi sedih atas apa yang terjadi selama dia
kuliah dan tinggal di rumah tante nya itu. Obrolan itu tak luput dari tawaan
mereka berdua seolah Zul kembali melupakan semua masalah nya.
*****
Hari-hari yang dia hadapi selama tinggal bersama tante nya
memang tak pernah ada perubahan kearah yang lebih menenangkan hati nya,
sehingga terfikir oleh Zul untuk mencari kos-kosan agar terhindar dari
perlakuan tante nya itu. Dengan banyak berfikir Zul selalu mengurungkan niat
nya itu, setiap menghubungi orang tua nya melalui telepon tak pernah sanggup
Zul untuk mengatakannya karena dia sangat lah ingin kuliah dan menyelesaikan
pendidikan nya yang baru beberapa bulan saja dia mulai itu.
Tak sungkan-sungkan lagi ia menceritakan keluh kesah nya
kepada Yogi lagi, karena Yogi lah yang menjadi sahabat terdekat nya, sehingga
dia bercerita bukan lagi atas permintaan atau pertanyaan dari Yogi lagi, tapi,
dia sendiri yang menceritakannya. Berkali-kali Yogi hanya menyarankan nya untuk
mencari tempat kos atau kos bersama dia di kosan tempat dia tinggal itu, Zul
selalu saja menolak akan tawaran Yogi itu, karena menurut Zul kalau dia pindah,
maka dia harus meminta izin kepada orang tua nya dulu. Tentu, itu akan menambah
lagi biaya nya selama kuliah, sedangkan dia sadar bahwa orang tua nya tidak
begitu mampu untuk mengeluarkan biaya yang terlalu banyak.
Lagi, di hari-hari nya Zul memang tak pernah terlepas dari
kekangan tante nya itu, dia hanya merasakan kemerdekaan nya ketika hari kuliah
dan pada hari kuliah itu lah dia dapat tertawa bersama teman nya, meskipun itu
akan dia rasa terlalu singkat waktu yang di rasakan untuk dapat tertawa bersama
teman-teman.
*****
Sampai pada puncak emosi, tante yang begitu marah nya di
sebabkan memang sedikit ada kesalahan Zul, yaitu Zul terlambat untuk membantu
nya di toko karena Zul ketiduran, semua perkataan kasar keluar dari mulut tante
kepada Zul, bahkan berkali-kali tante nya itu menghina dan menyangkut pautkan
orang tua nya.
Saat itu lah Zul dalam kesedihan nya yang dalam, sulit untuk
tetap bertahan, ketika tante nya tengah sibuk dia mulai tinggalkan toko menuju
rumah tante yang berada dua gang jarak nya dengan toko itu. Setelah sampai di
rumah dia mulai mengemasi barang-barang milik nya dengan wajah yang sedang
menahan sedih dan sempat menderaikan air mata nya, tanpa pamit ia tinggal kan
rumah tante nya itu.
Zul berjalan menuju jalan raya depan kampus dan duduk di
depan masjid sambil melamun dan berfikir untuk menghubungi orang tua nya di
kampung.
Zul beranikan diri untuk itu, di hubungi nya orang tua nya
dan dia tak bisa menahankan air mata nya untuk menceritakan semua, ayah Zul pun
mengizinkan Zul untuk mencari kos-kosan dengan perasaan kecewa atas perbuatan
adik nya itu ayah Zul tidak mempermasalahkan nya karena tidak ingin suasana
menjadi semakin kacau.
Zul mulai merasakan ketenangan dalam diri nya, terlihat bobot
badan nya yang lebih berisi dari sebelum nya, saat dia masih tinggal dengan
tante nya itu.
Ketika bertemu tante nya dijalan, dia hanya merasa sedikit
tidak enak karena pergi tanpa pamit. Meskipun tante nya itu tidak terlalu
peduli pada nya. Yang dia dapat hanya hinaan dari tante nya yang terlihat sinis
dan terkadang berkata orang tua Zul tidak akan sanggup membiayai kuliah nya
hingga selesai. Bahkan di sambung lagi dengan kata-kata dasar miskin yang
seolah menjadi peluru yang ditembakkan ke kepala Zul. Namun, Zul tak
mempermasalahkan hal tersebut justru dia menjadi kan kata-kata seperti itu
sebagai bensin yang di siramkan dalam semangat nya dan dia hanya akan mencari
api agar semangat itu terbakar dengan besar nya.
Ia jalani kuliah nya itu, walaupun terkadang memang ada
tersendat di pembiayaan nya bahkan sampai pada saat dia harus mencari masjid
yang bisa ia tinggali dan bisa menjadi merbot di sana agar dapat uang masukan
untuk melanjutkan kuliah nya.
Zul memang tak pernah gentar atas hinaan yang di lontarkan
pada nya, meskipun itu keluar dari orang yang seharusnya menjadi orang tua bagi
nya saat di rantau seperti saat sekarang ini.
Hingga di waktu yang tepat Zul pun selesai dengan study nya
dan mendapat gelar sarjana, itu merupakan anugrah dan berkah yang sangat indah
ia rasakan di ujung perjuangan nya yang itu dia juga sudah bersiap juga untuk
perjuangan yang tengah menanti didepannya. Sikap berfikir positif yang menjadi
semangat Zul dalam menjalani kehidupannya itu kini seolah hampir terbayarkan
dengan apa yang dia dapatkan.
Tante yang sempat menghina nya itu pun sudah tahu bahwa
kuliah nya sudah selesai, dan Zul pun mendengar kabar bangkrut tante nya itu
dalam usaha nya, tapi, ia masih saja berfikir positif dan tidak mau mengambil
pusing atas permasalahan apa yang tengah tante nya kini hadapi. Yang dia tahu,
dia tidak akan dendam pada tante nya itu, meskipun dia tak akan mengunjungi
tante nya lagi.
***
***