Tangisan Si Istri Malang - DEVATRA14

Saturday, April 7, 2018

Tangisan Si Istri Malang

cerpen

Lantunan lagu sayu terdengar di pagi itu ketika Lis menidurkan bayi kecil mungilnya yang baru saja selesai ia mandikan, seorang putri cantik yang baru sebulan yang lalu ia lahirkan dan merupakan anak kedua dari pernikahannya dengan Etang. Etang suami nya itu adalah seorang sopir truk. Sudah hampir sebulan istri dan anak nya itu Etang tinggal kan ke pulau seberang mencari kan nafkah untuk keluarga nya yang tinggal di kampung bawah bukit, yang bernama bukit Jonjang Kambiang.
Minggu yang lalu, suami nya sudah mengirimi nya sejumlah uang dan di selipkannya sepucuk surat yang di dalam surat itu mengatakan bahwa ia akan bulan depan karena masih banyak yang harus ia kerjakan di negeri orang itu, dengan berbekal kepercayaan dan do’a istri nya Etang bekerja dan jarang pulang untuk menemui keluarga yang ia tinggalkan itu.
Di kampung, Lis tidak hanya tinggal dengan anak nya, ia juga tinggal dengan seorang ibu nya yang selalu berada dengannya itu. Meskipun suami nya bekerja bukan berarti Lis berdiam diri saja di rumah dengan hanya mengasuh dua anak nya yang masih kecil itu. Lis di kampung juga bekerja menggarap sawah milik ibu nya yang tidak seberapa jauh dengan rumahnya, tentu saja Lis harus seperti itu, sebab dia sudah tidak bisa lagi mengharapkan Ibu nya yang sudah tua itu untuk mengerjakan sawah sendirian, meski harus membawa anak nya ke sawah dan menitip kan kepada si sulung putra nya yang baru berusia 6 tahun itu di pondok sawah milik mereka.
“nak, temani adik mu ya, ibu mau bekerja dulu, kamu jangan nakal ya dan adik mu jangan ditinggal, nanti dia nangis” kata Lis kepada anak nya itu.
Dengan polos nya putra kecil nya itu menjawab “iya bu, jangan lama ya kerja nya.” Lis hanya tersenyum menanggapi celoteh putra nya itu seraya menjawab, “tidak, oh, iya nak, besok ayah mu pulang, kamu jangan nakal, ya.” anak nya itu langsung berlari ke arah adik nya untuk mengatakan bahwa besok ayah nya akan pulang seperti yang telah dikatakan ibu nya itu.
Dan, Lis pun mulai bekerja di sawah dengan dibantu ibu nya itu, hingga matahari sudah mulai di atas kepala. Lis berjalan menuju pondok untuk istirahat dan melihat kedua anak nya, ia sangat senang putri kecil dan si sulung anak nya itu tidak rewel dan pekerjaannya tidak terganggu.
Ketika hari telah sore, Lis mengajak pulang ibu nya sambil berkemas dan akan menggendong bayi nya itu dan si sulung langsung turun dari pondok membawakan tas tempat pakaian adik nya. Si sulung berlari dengan senang nya tanpa takut akan jatuh, sang nenek memanggil cucu nya itu sambil mengatakan “jangan lari, nek, nanti kamu jatuh” dan si sulung pun berjalan pelan.

Yang seharusnya suami Lis pulang di hari ini, namun, tak kunjung datang sambil melamun Lis berkata pelan “kenapa ayah belum pulang, ya.” ibu nya yang ketika itu datang dari belakang Lis menyahut “mungkin nanti malam dia sampe, sabar saja.” kata ibu nya yang langsung duduk di samping nya.
Lis menganggukkan kepala menatap kepada ibu nya itu, “mudah-mudahan dia baik saja ya, bu.” ibu hanya tersenyum dan menyandarkan badan nya di kursi rotan yang berada di dekat jendela.
“hari ini kamu jadi ke pasar? Nanti kan suami mu pulang” kata ibu kepada Lis.
“jadi, bu” Lis berdiri dan berkemas akan berangkat ke pasar sementara kedua anak nya masih tertidur pulas itu. Dia akan memasakkan makanan kesukaan suami nya yang akan pulang.
Hanya ada satu angkutan yang beroperasi untuk menuju pasar di kampung kecil itu, yang mana angkutan itu hanya sekali dalam seminggu untuk narik penumpang yang akan pergi ke pasar, di pinggir jalan di depan rumahnya Lis duduk di sebuah batu untuk menunggu angkutan itu datang.
Ketika Lis pulang, di dapati nya bayi kecil nya yang sedang di gendong oleh ibu nya, namun, tak kunjung jua ada suami nya yang seharusnya sudah pulang itu datang di rumah. Lis pun bertanya kepada ibunya apakah suami nya masih belum datang dan ibu nya menjawab belum dan menyuruh Lis untuk memasak saja dulu.
*****
Hingga pagi pun datang tak jua suami Lis datang, terdengar dari luar orang mengetuk pintu dan Lis bergegas untuk membuka kan pintu ternyata yang ia lihat tukang pos datang mengantarkan surat kepada Lis, yang mana surat itu adalah dari suami nya yang masih saja di negeri seberang, suami nya melalui surat itu menyampaikan bahwa ia tak jadi pulang dihari itu, dengan wajah sedih Lis letakkan surat itu dan menggendong bayi nya.
Ibu keluar dari kamar melihat Lis begitu murung menggendong bayi nya spontan bertanya “kenapa Lis? Yang datang tadi itu siapa?”
“tidak kenapa-kenapa, bu” jawab Lis tersenyum untuk menghilangkan kesedihannya “tukang pos mengantar surat dari suami ku” sambung nya sambil melihat amplop surat yang juga berisi sejumlah uang dari suaminya yang ia letakkan di meja.
“dia tak jadi pulang?” kata ibu yang langsung menghampiri Lis.
“minggu besok,bu, mendadak dia harus mengantarkan barang lagi.” jawab Lis menarik nafas panjang.
Sang ibu hanya terdiam melihat anaknya itu, “si sulung mana,bu?” kata Lis bertanya pada ibu nya.
“Dia main ke rumah tetangga sebelah, waktu kamu nyuci tadi, dia minta di antar ibu kesana.”
“dia sudah makan, bu?”
“sudah, Lis. Tapi ibu suapin.”
Setelah percakapan itu suasana tenang dan diam, lalu, Lis berusaha menghibur diri sendiri sembari menimang-nimang bayi nya.
Ketika bayi nya tertidur, Lis kembali menyibukkan dirinya dengan pekerjaan rumah nya sambil sesekali di buai nya kain anak nya.
Memang seminggu terasa lama bagi Lis, apalagi untuk menunggu kedatangan suami nya yang sedang di rantau itu, hingga pada hari senin ketika itu ketika di perjalanan menuju pulang, sang suami menabrab mini bus karena dia dalam keadaan mengantuk sehingga banyak korban jatuh pada kecelakaan itu, karena panik dan cemasnya sang suami pun kabur dari tempat kejadian kecelakaan itu,
Dia tak lari ke tempat jauh, suami Lis lari ke kampung ke rumah istri yang telah lama ia tinggalkan, perasaan senang ketika ia bertemu dengan istri nya bercampur cemas oleh musibah yang tengah menimpanya
Lis sangat senang ketika membukakan pintu yang saat itu dia lihat suaminya yang ia rindukan pulang. Sambil tersenyum suami yang berada di depan pintu langsung masuk ke rumah dan di salami oleh Lis suaminya itu.
Etang suaminya sama sekali tidak ingin membahas apa yang telah terjadi, langsung saja ia lihat putri kecil nya yang sedang tertidur di ayunan dan di buai nya pelan ayunan itu.
“kenapa ditunda-tunda pulang nya, yah?” kata Lis dari dapur sedang membuatkan kopi untuk suaminya itu.
“kerjaan ayah banyak, bu.” kata Etang dengan nada yang kurang semangat. Lis tidak begitu menghiraukan, karena dia beranggapan suaminya itu hanya kelelahan selama beberapa hari menempuh perjalanan jauh.
Di letakkannya kopi di meja di depan suami nya duduk, Etang yang terlihat cemas berulang kali mengintip dari jendela dekat kursi dia duduk itu.
“kenapa, yah? Kok ngintip-ngintip gitu?” kata Lis bertanya heran melihat tingkah suaminya itu.
“tidak kenapa-kenapa, ayah cuma lihat si sulung, dari tadi belum lihat dia. Kemana dia, bu?”
“oh.. Dia tidur di kamar dengan neneknya” jawab Lis tersenyum melihat suaminya itu.
Sang suami hanya mengangguk dan masih saja dia mengintip di jendela itu.
Setelah seminggu lamanya si Etang berada di rumah, berita tentang kecelakaan itu mulai tersebar. Namun, warga kampung tidak mengetahui bahwa si Etang terlibat dalam kecelakaan itu.
Si Etang semakin cemas, tetap saja dia berusaha menyembunyikan perasaan cemasnya dari istri nya itu.
Hingga esok harinya, polisi datang ke kampung itu mencari rumah Etang, sehingga terdengar oleh Etang kabar tersebut tanpa sepengetahuan istrinya.
Disiang itu sampai lah polisi di rumah Etang. Etang yang sedang berada di dapur mendengar suara orang mengetuk pintu, Lis yang ketika itu di dalam kamar keluar untuk membuka kan pintu dan dilihatnya dua orang polisi yang berseragam lengkap berdiri di depannya.
“selamat siang, bu, apakah ini benar rumah bapak Etang” kata polisi tersebut dengan tegasnya.
“betul, pak. Saya sendiri istrinya” jawab Lis dengan heran dan spontan bertanya kembali “ada apa, pak?”
“kami ditugaskan untuk menangkap bapak Etang atas kejadian tabrakan seminggu yang lalu” jawab polisi itu.
Lis terdiam dan meneteskan air mata sambil berlari ke dapur ingin melihat suaminya. Namun, tak ia lihat suaminya karena suami nya itu sudah lari lewat pintu belakang rumahnya.
*****
Hari yang dilewati Lis sangat lah keras, sangat jarang Lis untuk dapat bertemu dengan ayah dari anak-anak nya itu, ditambah lag kini harus dihadapkan dengan permasalahan yang menurut Lis begitu menyakitkan.
Satiap hari nya Lis selalu terlihat murung, seolah telah hilang semua kebahagiaannya.
Dia hanya sering mengurung diri di kamar, bahkan si sulung putra nya menjadi jarang mendapat perhatian dari nya.
Lis semakin terpuruk hidupnya, sehingga tak tentu arah dia akan melakukan apa, suaminya yang melarikan diri dari kejaran polisi menghilang tanpa kabar. Sehingga sampai dia dihadapkan dengan kesulitan ekonomi.
Dengan keadaan seperti itu, Lis pun menjadi hilang kendali karena untuk memberi makan anak-anaknya sering mencuri hasil tanaman di kebun milik orang yang nanti nya akan dia jual untuk menutupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Tak hanya mencuri yang dilakukan Lis, kehormatannya pun dia jual kepada lelaki hidung belang yang tidak bertanggung jawab, semua itu ia lakukan untuk menyambung hidup dia, ibu dan anak-anaknya.
Hanya dunia kelam itu lah yang kini dijalani oleh Lis agar dapat hidup tak jarang warga memergoki Lis sedang mencuri di kebun milik orang, namun, hal tersebut tidak pernah di besar-besarkan oleh warga kampung.
*****
Malam hari dingin yang tenang seperti malam-malam biasanya menjadi heboh oleh tertangkapnya Lis tengah melakukan tidak senonoh dengan laki-laki yang bukan suaminya. Warga yang menagkapnya langsung meng arak-arak Lis keliling kampung sebagai hukuman atas perbuatannya itu, Lis tak diam saja atas perlakuan warga kampung itu, dia berusaha berontak dan menjerit-jerit menolak untuk mendapat hukuman seperti itu. Namun, dengan jumlah warga yang banyak itu Lis dan laki-laki itu tidak dapat melawan dan hingga akhirnya warga mencukur rambut Lis sebagai hukuman dari warga kampung.
Tidak hanya sekali Lis ditangkap warga atas perbuatan yang sama. Namun, demi menghidupi anak-anaknya, Lis seperti tak tahu jera dan tak ingin menghentikan perbuatannya itu. Bahkan, atas hubungan-hubungan di luar ikatan perkawinannya itu, dia hamil dan melahirkan anak yang tidak diketahui warga kampung siapa ayah dari anak yang dilahirkan Lis.
Semakin hari hanya tekanan hidup yang dihadapi oleh Lis, sehingga membuatnya semakin tidak berdaya akan cobaan yang selalu datang padanya.

Hidupnya yang selalu dalam situasi kelam itu selalu membuatnya stres yang membuat Lis mengalami gangguan kejiwaannya.


****

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Disqus comments