![]() |
Baca : Franchise (Waralaba)
Yang menjadi peraturan dalam hukum positif Indonesia yang memberlakukan franchise adalah sebagai berikut :
1. Peraturan Khusus
Terdapat peraturan khusus yang mengatur tentang franchise, khususnya yang berkenaan dengan tertib administrasinya, sehingga hal ini sangat membantu untuk mendapatkan praktek franchise baik.
2. Perjanjian Sebagai Dasar Hukum
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam hukum dikenal suatu asas yang disebut sebagai asas "kebebasan berkontrak". Maksudnya para pihak bebas melakukan kontrak apapun sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kebiasaan, kesopanan atau hal-hal lain yang berhubungan dengan ketertiban umum. Bahkan, diakui oleh Undang-undang bahwa perjanjian yang dibuat secara sah mempunyai kekuatan berlaku seperti kekuatan berlakunya suatu undang-undang. Lihat Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.
Karena itu pula, suatu perjanjian franchise yang dibuat oleh para pihak yaitu franchisor dan franchise berlaku sebagai undang-undang pula bagi mereka.
Undang-undang dalam hal ini KUH Perdata tidak menempatkan perjanjian franchise sebagai suatu perjanjian bernama secara langsung, seperti jual beli, sewa menyewa dan sebagainya. Karena itu ketentuan hukum perjanjian yang berlaku suatu kontrak franchise pada umumnya hanyalah ketentuan dalam bagian umum dari pengaturan tentang perjanjian, yaitu yang terdapat dalam pasal 1233 sampai dengan pasa 1456 KUH Perdata. Misalnya, berlakunya ketentuan tentang syarat-syarat sahnya perjanjian, tentang penafsiran perjanjian, tentang hapusnya perjanjian dan lain sebagainya.
3. Hukum Keagenan Sebagai Dasar Hukum
Terhadap masalah keagenan ini, disamping berlakunya pasa-pasal yang terdapat dalam perjanjian keagenan, berlaku juga pasa-pasal KUH dagang tentang makelar dan komisioner serta ketentuan yang bersifat administratif, seperti berbagai ketentuan dari Departemen Perindustrian, Departemen perdagangan dan sebagainya yang menjadi persoalan apakah terdapat hubungan keagenan dalam suatu transaksi franchise. Dengan perkataan lain apakah seorang franchisee dapat dikatakan sebagai seorang agen dari franchisor. Apabila kita melihat sifat dan hakikat dari hubungan bisnis franchise, dapat kita simpulkan secara substantif, tidak ada unsur keagenan di dalamnya. Sebab sungguhpun ada hubungan internal yang intens antara franchisor dengan franchisee, tetapi hubungan yang eksternal antara franchisee dengan pelanggannya tidaklah mengaitkan dengan hubungan internal tersebut.
4. Undang-undang Merek, Paten dan Hak Cipta Sebagai Dasar Hukum
sebagaimana diketahui bahwa bisnis franchise sangat terkait erat dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan merek, paten atau hak cipta, sehingga mau tidak mau, perundang-undangan di bidang paten, merek dan hak cipta berlaku dalam bisnis franchise tersebut.
5. Perundang-undangan Lain Sebagai Dasar Hukum
Masih perundang-undangan lain yang berlaku terhadap bisnis franchise ini dan hal ini sangat tergantung kasus-perkasus franchise tersebut.